Kamis, 16 Mei 2019

KETENTUAN DAN PERATURAN PEMBUATAN PETA


Pertemuan 4

KETENTUAN DAN PERATURAN PEMBUATAN PETA

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 mengenai Informasi Geospasial



PENGERTIAN

1.      Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup lokasi, letak, dan posisinya.

2.      Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

3.      Data Geospasial yang selanjutnya disingkat DG adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

4.      Informasi Geospasial yang selanjutnya disingkat IG adalah DG yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian.

5.      Informasi Geospasial Dasar yang selanjutnya disingkat IGD adalah IG yang berisi tentang objek yang dapat dilihat secara langsung atau diukur dari kenampakan fisik di muka bumi dan yang relatif lama 

6.      Informasi Geospasial Tematik yang selanjutnya disingkat IGT adalah IG yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu yang dibuat mengacu pada IGD.

7.      Skala adalah angka perbandingan antara jarak dalam suatu IG dengan jarak sebenarnya di muka bumi. 

8.      Titik Kontrol Geodesi adalah posisi di muka bumi yang ditandai dengan bentuk fisik tertentu yang dijadikan sebagai kerangka acuan posisi untuk IG.

9.      Jaring Kontrol Horizontal Nasional yang selanjutnya disingkat JKHN adalah sebaran titik kontrol geodesi horizontal yang terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi.

10.  Jaring Kontrol Vertikal Nasional yang selanjutnya disingkat JKVN adalah sebaran titik kontrol geodesi vertikal yang terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi.

11.  Jaring Kontrol Gayaberat Nasional yang selanjutnya disingkat JKGN adalah sebaran titik kontrol geodesi gayaberat yang terhubung satu sama lain dalam satu kerangka referensi. 

12.  Peta Rupabumi Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat.

13.  Peta Lingkungan Pantai Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir

14.  Peta Lingkungan Laut Nasional adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah laut.

15.  Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

16.  Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

17.  Badan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan yang membidangi urusan tertentu dalam hal ini bidang penyelenggaraan IGD.

18.  Instansi Pemerintah adalah kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.

19.  Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau badan usaha.

20.  Badan Usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha yang berbadan hukum.


JENIS INFORMASI GEOSPASIAL


Jenis IG terdiri atas:

1.      IGD meliputi :


a. jaring kontrol geodesi, meliputi :
JKHN : digunakan sebagai kerangka acuan posisi horizontal untuk IG. Koordinat JKHN ditentukan dengan metode pengukuran geodetik tertentu, dinyatakan dalam sistem referensi koordinat tertentu, dan diwujudkan dalam bentuk tanda fisik. JKHN diklasifikasikan berdasarkan tingkat ketelitian koordinat horizontal.
JKVN : digunakan sebagai kerangka acuan posisi vertikal untuk IG. Tinggi JKVN ditentukan dengan metode pengukuran geodetik tertentu, dinyatakan dalam datum vertikal tertentu, sistem tinggi tertentu, dan diwujudkan dalam bentuk tanda fisik. JKVN diklasifikasikan berdasarkan tingkat ketelitian vertikal.
JKGN : digunakan sebagai kerangka acuan gayaberat untuk IG. JKGN ditetapkan dengan metode pengukuran geodetik tertentu, mengacu pada titik acuan gayaberat absolut, dan diwujudkan dalam bentuk tanda fisik. JKGN diklasifikasikan berdasarkan tingkat ketelitian gaya berat.
Setiap orang wajib menjaga tanda fisik jaring kontrol geodesi

b. Peta dasar, berupa : Peta Rupabumi Indonesia ; Peta Lingkungan Pantai Indonesia; dan Peta Lingkungan Laut Nasional.
Peta Rupabumi Indonesia, garis pantai ditetapkan berdasarkan garis kedudukan muka air laut rata-rata. Pada Peta Lingkungan Pantai Indonesia dan Peta Lingkungan Laut Nasional, garis pantai ditetapkan berdasarkan kedudukan muka air laut surut terendah. Garis pantai ditentukan dengan mengacu pada JKVN.

IGD diselenggarakan secara bertahap dan sistematis untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yurisdiksinya. IGD dimutakhirkan secara periodik dalam jangka waktu tertentu.


2.      IGT.

IGT wajib mengacu pada IGD.
Dalam membuat IGT dilarang: mengubah posisi dan tingkat ketelitian geometris bagian IGD; dan/atau membuat skala IGT lebih besar daripada skala IGD yang diacunya.
IGT yang menggambarkan suatu batas yang mempunyai kekuatan hukum dibuat berdasarkan dokumen penetapan batas secara pasti oleh Instansi Pemerintah yang berwenang dilampiri dengan dokumen IGT yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal terdapat batas yang belum ditetapkan secara pasti oleh Instansi Pemerintah yang berwenang, digunakan batas sementara yang penggambarannya dibedakan dengan menggunakan simbol dan/atau warna khusus

PENYELENGGARA INFORMASI GEOSPASIAL


IG yang berjenis IGD hanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Penyelenggaraan IGD dilakukan oleh Badan yang disebut Badan Informasi Geospasial sebagai pengganti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional sesuai dengan amanat Undang-undang ini. Badan ini berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

IG yang berjenis IGT dapat diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan IGT berdasarkan tugas, fungsi, dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan IGT dapat bekerja sama dengan Badan. Setiap orang dapat menyelenggarakan IGT hanya untuk kepentingan sendiri dan selain yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah.

Badan dapat mengintegrasikan:

2.1.lebih dari satu IGT yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah menjadi satu IGT baru; dan

2.2.IGT yang diselenggarakan oleh lebih dari satu Instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah menjadi satu IGT baru.

Badan dapat menyelenggarakan IGT dalam hal IGT yang belum diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah selain Badan atau yang belum diselenggarakan oleh Pemerintah daerah.


PENYELENGGARAAN INFORMASI GEOSPASIAL


Penyelenggaraan IG dilakukan melalui kegiatan:


a.pengumpulanDG
Pengumpulan DG merupakan proses atau cara untuk mendapatkan DG yang dilakukan dengan menggunakan metode dan instrumen pengumpulan DG.
Pengumpulan DG dilakukan dengan survei dengan menggunakan instrumentasi ukur
dan/atau rekam, pencacahan, cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengumpulan DG harus dilakukan sesuai dengan standar. Pengumpulan DG harus memperoleh izin apabila dilakukan di daerah terlarang, berpotensi menimbulkan bahaya, atau menggunakan wahana milik asing selain satelit. Hal ini untuk menjamin keselamatan dan keamanan bagi pengumpul data dan bagi masyarakat.


b. pengolahan DG dan IG


Pengolahan DG dan IG merupakan proses atau cara mengolah data dan informasi geospasial. Pengolahan DG dan IG dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yang berlisensi dan/atau bersifat bebas dan terbuka. Pemerintah memberikan insentif bagi setiap orang yang dapat membangun, mengembangkan, dan/atau menggunakan perangkat lunak pengolah DG dan IG yang bersifat bebas dan terbuka. Pengolahan DG dan IG harus dilakukan di dalam negeri. Pengolahan DG dan IG meliputi pemrosesan DG dan penyajian IG. Pemrosesan DG harus dilakukan sesuai dengan standar yang meliputi sistem proyeksi dan sistem koordinat yang dengan jelas dan pasti dapat ditransformasikan ke dalam sistem koordinat standar nasional; dan format, basisdata, dan metadata yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan IG lain. Penyajian IG dilakukan dalam bentuk tabel informasi berkoordinat; peta cetak, baik dalam bentuk lembaran maupun buku atlas;  peta digital; peta interaktif, termasuk yang dapat diakses melalui teknologi informasi dan komunikasi; peta multimedia;  bola dunia; atau model tiga dimensi. Penyajian IG wajib menggunakan skala yang ditentukan berdasarkan tingkat ketelitian sumber data dan tujuan penggunaanIG.


c. penyimpanan dan pengamanan DG dan IG


Penyimpanan dan pengamanan DG dan IG merupakan cara menempatkan DG dan IG pada tempat yang aman dan tidak rusak atau hilang untuk menjamin ketersediaan IG. Penyimpanan dan pengamanan dilakukan sesuai dengan standar prosedur penyimpanan  dan mekanisme penyimpanan untuk pengarsipan DG dan IG yang diatur dengan Peraturan Kepala Badan serta dilakukan dengan menggunakan media penyimpanan elektronik atau cetak.
Instansi Pemerintah menyerahkan duplikat IGT yang diselenggarakannya kepada Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang perpustakaan nasional dan di bidang arsip nasional dan dapat mengaksesnya kembali.
Pengamanan DG dan IG juga dilakukan terhadap tanda fisik. Pengamanan DG dan IG dilakukan untuk menjamin agar IG tetap tersedia dan terjaga keutuhannya; dan terjaga kerahasiaannya untuk IG yang bersifat tertutup.

d. penyebarluasan DG dan IG


Penyebarluasan DG dan IG merupakan kegiatan pemberian akses, pendistribusian, dan pertukaran DG dan IG yang dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik dan media cetak. Penyelenggara IG yang bersifat terbuka menyebarluaskan IG dengan cara yang berdaya guna dan berhasil guna. Penyelenggara IG membuat dan mengumumkan standar pelayanan minimal untuk penyebarluasan IG yang diselenggarakan. Pemerintah dapat memberikan penghargaan bagi setiap orang yang membantu menyebarluaskan IG yang bersifat terbuka. Dalam hal IG memiliki kekuatan hukum, IG tersebut wajib disahkan oleh pejabat yang berwenang sebelum diumumkan dan disebarluaskan.

e. penggunaan IG.


Penggunaan IG merupakan kegiatan untuk memperoleh manfaat, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk memperoleh dan menggunakan IG yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah dan Pemerintah daerah dapat dikenakan biaya tertentu yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengguna IG berhak mengetahui kualitas IG yang diperolehnya. Sehingga penyelenggara IG wajib memberitahukan kualitas setiap IG yang diselenggarakannya dalam bentuk metadata dan/atau riwayat data. Pengguna IG berhak menolak hasil IG yang tidak berkualitas.
Pemerintah wajib memfasilitasi pembangunan infrastruktur IG untuk memperlancar penyelenggaraan IG. Infrastruktur IG terdiri atas kebijakan, kelembagaan, teknologi, standar, dan sumber daya manusia.

PELAKSANA INFORMASI GEOSPASIAL


Kegiatan penyelenggaraan IG oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah dapat dilaksanakan oleh setiap orang. Pelaksanaan IG yang dilakukan oleh orang perseorangan wajib memenuhi kualifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan IG yang dilakukan oleh kelompok orang wajib memenuhi kualifikasi sebagai kelompok yang bergerak di bidang IG sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan IG yang dilakukan oleh badan usaha wajib memenuhi persyaratan administratif; dan persyaratan teknis.

PEMBINAAN


Badan melakukan pembinaan mengenai pemaknaan, pengarahan, perencanaan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan IGT. Pembinaan penyelenggaraan IGT dilakukan kepada penyelenggara IGT dan pengguna IG.

LARANGAN


Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum dilarang menghilangkan, merusak, mengambil, memindahkan, atau mengubah tanda fisik yang merupakan bagian dari JKHN, JKVN, dan JKGN serta instrumen survei yang sedang digunakan. Setiap orang dilarang mengubah IGD tanpa izin dari Badan dan menyebarluaskan hasilnya, dan dilarang menyebarluaskan IGD yang diubah-tanpa izin.
Setiap orang dilarang mengubah IGT tanpa izin dari penyelenggara IGT dan menyebarluaskan hasilnya. Setiap orang dilarang membuat IG yang penyajiannya tidak sesuai dengan tingkat ketelitian sumber data yang mengakibatkan timbulnya kerugian orang dan/atau barang. Setiap orang dilarang menyebarluaskan IG yang belum disahkan

SANKSI ADMINISTRATIF, KETENTUAN PIDANA, DAN KETENTUAN PERALIHAN


Setiap orang yang melanggar ketentuan dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan, denda administratif, dan/atau pencabutan izin. Pidana dan denda yang ditetapkan bervariasi tergantung seberapa berat jenis pelanggaran dan pengaruhnya terhadap orang lain.
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, penyelenggara IG tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun wajib menyesuaikan berdasarkan Undang-Undang ini. Sebelum Badan yang dimaksudkan Undang-Undang ini ditetapkan, penyelenggaraan IGD dilakukan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.


ANALISIS

Beberapa perkembangan di bidang geodesi dan geomatika setelah adanya UU no 4 Tahun 2011 yaitu
Menjamin ketersediaan dan akses terhadap Informasi Geospasial yang dapat dipertanggung jawabkan.
Undang-undang tentang Informasi Geospasial ini menjadi aturan yang mengikat bagi seluruh pemangku kepentingan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.            Mendorong pengguna Informasi Geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dengan eksistensi Informasi Geospasial melalui undang-undang ini, Informasi Geospasial menjadi semakin sering digunakan untuk keperluan-keperluan pemerintahan, sehingga secara tidak langsung juga mempopulerkan Informasi Geospasial itu sendiri.

2.            Sebagai single reference di dalam bidang Informasi Geospasial di Indonesia.
Undang-undang ini mencakup semua hal yang berhubungan dengan Informasi Geospasial, baik dalam hal penyelenggaraan maupun pemberian sanksi terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi, sehingga menjadi acuan utama dan pedoman dalam setiap kegiatan menyangkut penyelenggaraan Informasi Geospasial.

3.            Terjaminnya hak masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, untuk mendapatkan Informasi Geospasial yang benar dan dapat memanfaatkannya untuk keperluan masyarakat, meningkatkan kualitas pribadi, dan kualitas lingkungan sosial. Masyarakat berkontribusi aktif dalam pelaksanaan penyelenggaraan IG serta menggunakan Informasi Geospasial secara aman dan nyaman dibawah aturan hukum yang sudah diatur dalam Undang-undang Informasi Geospasial ini.


4.            Sebagai pendukung pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya di negeri ini bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, di masa kini dan masa yang akan datang.
Dengan disebarluaskannya Informasi Geospasial akhirnya pengetahuan kalangan umum akan berbagai sumber daya yang ada di Indonesia meningkat, hal ini turut membangkitkan kesadaran elemen masyarakat untuk menjaga dan mengelola sumber daya dan kekayaan alam yang ada di Indonesia, membuat masyarakat semakin mencintai tanah air dan semua yang ada di dalamnya.


















Daftar Pustaka



Retno. 2013. Rangkuman UU No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial .

Dalam web https://retnoapratiwi.blogspot.com/2013/05/rangkuman-uu-no-4-tahun-2011-tentang.html . Diakses pada 5 Februari 2019 pukul 23.35 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar